Selasa, 31 Januari 2012


Menyeka Kehidupan
“Sebuah Perenungan di Musim Liburan”
 
Satu hembusan nafas kelegaan kuhempaskan begitu saja. Semua selesai, semua berakhir, semua habis. Yah, keluh kesah dan titik keringat yang tak terhenti mengucur empat bulan ini. Aku bara saja terlibat dalam pertarungan seru dalam semester ini. Menyelesaikan segala persoalan dan hal yang bersangkut paut dengannya. Semuanya pecah dalam satu warna. Ketika tugas yang dibuat sampai pagi berakhir sia-sia, juga ketika tugas yang dikerjakan dalam rentang waktu yang sama dihargai dengan A. Semuanya berlanjut dengan abregan tugas-tugas yang dikumpul, mencari bahan-bahan, terkendala ketika buku yang dicari sulit ditemukan, merangkum semua sumber dalam kapasitas maksimal 20 lembar. Sungguh melelahkan. Belum lagi hal-hal bodoh yang dilakukan selama pengerjaan teknis. File yang kehapus, file yang kena virus, hingga kebuntuan dalam menyelesaikan. Semuanya memforsir otak, tenaga, dan kesabaran.
Aufhh, betapa leganya ketika bunyi gong nan keras itu bertalu-talu mengomandokan bahwa “Kau Ilham Fauzi, diberi waktu untuk mengistirahatkan pikiranmu yang mulai menggila”.  Ahahaha. Aku tertawa lepas.
Aku tak berhadapan dulu dengan gulungan-gulungan kertas yang diangkut ke sana-sini. Lalu dengan jubelan buku yang sungguh membuat punggungku pegal menentengnya. Namun hanya terhitung berpuluh hari saja. Setelahnya…
“Kita bertemu lagi sayang.” sapanya indah.
Yeah, aku menyadari ini adalah pilihan. Jika dulu aku memilih memasuki dunia kerja, tentu aku akan berada dalam kilau kisah yang berbeda. Mungkin aku akan berkata begini.
“Leader yang menyebalkan. Kerjanya membentak terus.”
“Pulang kerja capek sekali. Tenaga terus yang diporsir.” Atau…
“Malang sekali aku ini. Masih muda, masih imut, dan (oh) masih ganteng, sudah berkawan dengan tetes demi tetes keringat yang memancar lelah.
Ahahahaha. Lagi aku tertawa.
Lalu aku pergi. Meninggalkan sejumput penat dan lelah yang mendera. Mencari angin kepuasan yang bertiup tanpa aroma serius. Menemui gudang-gudang kerinduan yang belakangan ini terus-terusan datang memanggil. Lalu akhirnya aku kembali terpekur dalam endapan kisah. Membuat memoar yang sebelumnya bergelantungan berputar untuk diingat. Aku terbujur dalam kaku gerakan tanpa alur. Membiarkan pemikiran berlayangan tanpa arah, tanpa menuju akhir tujuan yang jelas.
Ah, namun berdiam diri tak selamanya mengenakkan. Hari-hari yang berlalu berjalan tanpa kemanfaatan. Tanpa ada sesuatu yang diproduktifkan. Lagi aku juga tak menginginkan suasana begini.
Kehidupan tetap terus berputar. Musim liburan masihlah lama. Meski ada gurat pertanda untuk mengisyaratkanku agar masih untuk tetap berada di rumah, namun semua terabaikan. Kita tak mesti harus terjebak dalam kubangan malas yang membuat kita berpendar di dalamnya hingga berlama-lama. Dalam hari-hari yang akan terus menjemput haruslah ada prioritas panjang dan pendek yang wajib terealisasi. Hingga realitanya nanti membuat penghidupan kita tidak sia-sia, dihargai orang, dan mendatangkan keberkahan, kebaikan, dan semangat.
Berdiam diri dengan alasan ketidakberdayaan bukanlah sesutu yang bijak.
“Ah, aku kan masih liburan. Nggak apa-apalah di kampung dulu. Bangun siang, habis itu makan, jalan-jalan, nonton, dan tidur.” Ah, itu tidaklah mengagumkan.
Namun jika “Aku di kampung bantu orang tua. Bantu ini, bantu itu.”
Alasan yang valid juga. Tapi bantu orang tuanya tidak seharian bukan? Paling setengah hari. Lalu separoh hari ini akan berpeluang untuk berhura-hura. Oh jangan!
Meski di kampung, kita tetap dapat melakukan hal yang berguna. Bantu orang tua pasti. Melakukan sesuatu yang lain yang dapat mendatangkan ibrah juga. Menulis bisa jadi pilihan. (ehm).

Akhir Januari 2012. Saat kering begitu hebat mendera. Namun tak apa, asal jangan kering keimanan. :))

2 komentar: